Selama bertahun-tahun para peneliti telah mencoba untuk mencari tahu cara terbaik untuk membuat tanaman menghasilkan biofuel. Tapi ada masalah mendasar yaitu proses fotosintesis, proses dimana tanaman mengkonversi sinar matahari menjadi energi kimia yang tersimpan, sangatlah tidak efisien. Tanaman mengubah hanya 1 sampai 3 persen dari sinar matahari menjadi karbohidrat. Itulah salah satu alasan mengapa begitu banyak lahan harus dikhususkan untuk menanam jagung demi mengembangkan etanol untuk biofuel. Namun tanaman juga memiliki banyak keuntungan: mereka menyerap karbon dioksida pada konsentrasi rendah secara langsung dari atmosfer, selain itu masing-masing sel tumbuhan dapat memperbaiki dirinya sendiri ketika rusak.
Para ilmuwan telah memulai upaya baru untuk merekayasa fotosintesis dan membantu umat manusia untuk membuat bahan bakar hijau. U.S. Advanced Research Projects Agency for Energy, atau yang dikenal sebagai ARPAe, sejauh ini telah mendanai 10 proyek, yang sebagian besar menggunakan rekayasa genetika untuk merekayasa instruksi dalam DNA tanaman yang mengatur pertumbuhan, pigmen, dan sejenisnya. Hibah terbesar (lebih dari $ 6 juta) diperoleh University of Florida untuk membuat pohon pinus agar dapat menghasilkan terpentin lebih banyak, sehingga menjadi bahan bakar yang potensial. Proyek lain, bertujuan untuk mendorong menginduksi rumput-rumput yang dapat tumbuh cepat sepertiswitchgrass agar dapat menghasilkan minyak nabati untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Di masa depan, para insinyur emungkinan dapat membuat tanaman hitam yang mampu menyerap semua sinar matahari yang masuk dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda untuk melakukan fotosintesis. Tanaman sekarang hanya mampu menggunakan satu panjang gelombang tertentu untuk melakukan fotosintesa.Tanaman yang direkayasa untuk memproduksi biofuel bahkan mungkin dapat dibuat agar memiliki daun yang lebih kecil sehingga mengurangi energi yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan, atau bahkan dapat dibuat agar tidak lagi menyimpan energi sebagai gula tetapi mengubahnya secara langsung menjadi molekul hidrokarbon untuk digunakan manusia sebagai bahan bakar.
Para ilmuwan dalam program ini memberi julukan PETRO, bagi tanaman yang direkayasa untuk menggantikan minyak. Untuk mewujudkan hal ini para ilmuwan harus menghadapi tantangan pasokan air yang semakin terbatas untuk tanaman dan skeptisisme publik terhadap organisme dimodifikasi secara genetik. Mereka juga akan menghadapi persaingan karena adanya upaya untuk menggantikan fotosintesis sama sekali, seperti program Electrofuels yang diluncurkan ARPA-e sendiri. Program Electrofuels bertujuan untuk menginduksi mikroba sehingga mampu menghasilkan hidrokarbon. Selain itu terdapat pula upaya untuk menciptakan daun buatan yang menggunakan listrik dari sel surya untuk memecah air menjadi oksigen dan hidrogen sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Bagi tanaman kini, sekedar menjadi hijau tidak lagi cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar